OPINI - Kasus revenge porn di Indonesia kembali menjadi perhatian publik tanah air. Setelah sebelumnya ada artis yang menjadi korban revenge porn, kini mahasiswa Pandegelang menjadi korban praktek kejahatan revenge porn ini.
Dalam keterangannya, pakar keamanan data pribadi Ibnu Dwi Cahyo menjelaskan bahwa kasus revenge porn yang muncul di publik ini adalah fenomena gunung es, kasus lain sebenarnya sangat banyak sekali, terutama bila kita melihat media sosial seperti Twitter.
“Revenge porn ini adalah tindakan melawan hukum dengan menyebarkan konten asusila disertai dengan ancaman dalam beberapa kasus. Umumnya revenge porn terjadi oleh mantan pasangan, bila melihat di Twitter memang sebagian besar konten revenge porn ini disebar oleh pasangan yang belum menikah atau oleh orang lain yang memperoleh konten dengan cara tertentu, misalnya menaruh kamera tersembunyi untuk mendapatkan konten asusila tersebut, ” terang pria yang juga Direktur Eksekutif Siber Sehat Indonesia ini (SSI).
Ditambahkan oleh Ibnu ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Pertama soal bagaimana pelaku revenge porn ini mendapatkan konten, kedua bagaimana mereka menyebarkan bahkan melakukan ancaman dan ketiga bagaimana negara harus merespon revenge porn yang bukan tidak mungkin akan menjadi tren di masyarakat.
“Soal bagaimana pelaku mendapatkan konten untuk revenge porn ini pastinya banyak cara. Bila pelaku dan korban awalnya adalah punya hubungan khusus, maka biasanya pelaku lebih mudah mendapatkan konten untuk revenge porn ini. Karena itu sangat penting edukasi sejak dini soal keamanan siber salah satunya materi terkait jangan bugil di depan kamera, ” tegasnya.
Dijelaskan oleh Ibnu, tanpa edukasi di lembaga pendidikan formal, maka kemungkinan masyarakat menjadi korban revenge porn akan semakin besar. Yang perlu digarisbawahi adalah semua bisa menjadi korban baik laki-laki maupun wanita. Umumnya para pelaku ini melakukan social engineering meyakinkan korban untuk bersedia entah difoto, divideo atau korban diminta mengirimkan konten privasi tersebut.
“Saat pelaku ini sudah mendapatkan konten yang mereka inginkan, sarana media sosial memang biasanya dijadikan ancaman kepada korban, dengan berbagai tujuan. Ada yang bermotif ekonomi, motif lain seperti meminta dilayani hasrat seksualnya, dengan ancaman bila ditolak maka akan tersebar di media sosial. Ini jelas sudah melanggar UU ITE pasal 27 ayat 1 dan 4, dimana pelaku tidak hanya mendistribusikan konten asusila disertai dengan ancaman kepada korban, ” terang pria yang juga aktif sebagai advokat ini.
Bagi korban, sekali konten revenge porn ini naik ke media sosial, akan sulit untuk benar-benar hilang dari dunia maya, karena persebaran konten tersebut sudah diluar kontrol semua pihak. Yang bisa dilakukan adalah negara lewat kominfo hadir menertibkan berbagai akun medsos terutama di twitter yang menyebarkan konten revenge porn dengan massif.
“Bila kita lihat di Twitter, konten revenge porn begitu banyak, bahkan dimanfaatkan oleh banyak pihak dengan membuka langganan berbayar lewat telegram. Dari sini aparat bisa menelusuri juga para pelaku revenge porn. karena biasanya akun di Twitter ini mendapatkan konten setelah menerima DM atau pesan inboks dari pelaku. Parahnya lagi, para korban yang ingin dihapus kontennya dari sebuah akun bukan tidak mungkin akan dimintai sejumlah uang, padahal kontennya masih akan tetap ada oleh akun lainnya, ” terangnya.
Ibnu menambahkan modus lain yang mulai memakan korban adalah revenge porn yang kontennya didapatkan lewat Ome TV, platform video streaming dimana kita secara random akan bertemu dengan orang lain. Para pelaku menawarkan ke korban untuk keduanya tampil tanpa pakaian apapun, tanpa diketahui korban, pelaku melakukan perekaman, selanjutnya korban akan dimintai sejumlah uang.
Baca juga:
Tersangka Narkoba Terjerat TPPU
|
“Jadi kehadiran negara sangat diharapkan. Mulai dari edukasi sejak dini dengan kampanye keamanan siber jangan bugil di depan kamera, karena jaman sekarang mengambil foto dan video jauh lebih mudah. Lalu negara lewat aparat kepolisian dan Kominfo bisa menertibkan akun media sosial terutama di twitter yang melakukan upload konten revenge porn ini.Terakhir penegakan hukum pada pelaku revenge porn harus diberikan secara maksimal sehingga ada efek jera serta menjadi contoh di masyarakat, ” tegas Ibnu.
Ibnu Dwi Cahyo
Direktur Eksekutif SSI (Siber Sehat Indonesia)