PALANGKA RAYA - Ketua Umum Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI), Bambang, S. Ag, menegaskan Perusahaan Besar Swasta (PBS) PT Karya Dewi Putra (PT KDP), melecehkan adat serta budaya masyarakat Dayak Kalimantan Tengah.
Karena apa yang dilakukan perusahaan ini diduga menggusur serta merusak situs budaya adat yang dimiliki masyarakat adat suku Dayak di tanah Borneo. Situs Temenggung Akah dan Temenggung Tondan berupa bekas kediaman, yaitu rumah Betang, merupakan perbuatan yang sangat bertentangan dengan segala macam aturan hukum di Republik Indonesia.
Bambang, Ketua Umum Majelis Agama Kaharingan Indonesia. Mengatakan, jika benar pihak perusahaan PT KDP melakukan itu, tentunya sebagai lembaga keagamaan menaungi keyakinan masyarakat asli penduduk di Pulau Borneo (Kalimantan - Red) akan mengambil sikap tegas.
"Mengusur dan merusak Situs leluhur Temenggung Akah dan Temenggung Tondan di desa Tumbang Marak, untuk lahan perkebunan kelapa sawit, tentunya sangat terlalu dan menghina bangsa Dayak, " ungkapnya dengan nada jengkel.
Ditambahkannya, walaupun saat itu hanya tinggal sisa bekas bangunan berupa tiang bangunan rumah Betang, beserta tiang Sapundu yang masih tertancap di tanah. Bukan berarti pihak perusahaan bisa semena - mena mengusur situs yang dimiliki suku Dayak ini, dan dialihkan sebagai tempat perkebunan kelapa sawit.
Selain dianggap menghina bangsa Dayak juga dinilai melecehkan agama Kaharingan, kepercayaan pertama kali suku Dayak sebelum kehadiran kepercayaan agama lainnya di Republik Indonesia.
Saat ditemui di kediaman ahli waris Temenggung Akah dan Temenggung Tondan, Jalan Antang Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Bambang, bersama tim Koalisi Ormas akan menyurati pihak terkait, untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
"Di sini saya tegaskan, bahwa PT KDP sudah melecehkan kepercayaan suku Dayak, " tegas Bambang, ketua umum MAKI ini, Minggu malam, (08/01/23).
Dijelaskannya, mengusur situs dan ada termasuk disitu seperti Huma Betang, Sandung, Sapundu dan lainnya. Termasuk dalam ruang lingkup kepercayaan Kaharingan. Dalam pelaksanaan pemindahanpun, harus melalui ritual khusus berdasarkan ajaran agama Kaharingan.
Ini tanpa melalui mekanimisme, hanya menggunakan alat berat, menggusur. Tentulah hal yang sangat tidak terpuji, dan patut di proses melalui sidang adat Dayak serta hukum positif.
"Nantinya akan segera berkoordinasi dengan pihak Damang setempat dan Dewan Adat Dayak, langkah apa saja nantinya untuk memproses masalah ini, ' bebernya.
Untuk diketahui juga, Kedamangan Kepala Adat (KDA) Kecamatan Katingan Tengah, Anut Harantung, pada tanggal 6 Januari 2003, sudah menetapkan kawasan tempat tinggal Temenggung Akah dan Tondan, sebagai kawasan tanah Ulayat (Hutan Ulayat) disebutkan "Kaleka Sakuwu" yang wajib dijaga, dipelihara sebagai lahan penyangga kehidupan masyarakat adat di wilayah Kecamatan Katingan Tengah kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah.
Baca juga:
Pemprov Jambi Terus Berupaya Tingkatkan IPM
|